Kupang, FKKNews.com – Majelis Sinode Gereja Masehi Injil di Timor (GMIT) membantah menerimah uang dari Menteri Komunikasi dan Informasi nonaktif Jonny Plate, Bantahan tersebut datang dari Sekretaris Majelis Sinode GMIT Pendeta Yusuf Nakmofa seperti dilansir dari POS-KUPANG.COM pada Selasa, (27/6/2023), Ia mengatakan, masalah tersebut sudah dibahas oleh Pengurus Sinode GMIT, Setelah melakukan konfirmasi, Bendahara Sinode GMIT menegaskan tidak pernah ada aliran dana dari Jonny Plate masuk ke kas Sinode GMIT.
“Kami sudah membahas masalah yang lagi viral tersebut dan kami sudah melakukan konfirmasi dengan Bendahara Sinode GMIT tidak ada catatan aliran dana yang masuk ke dalam kas Sinode GMIT atas nama Jonny Plate,”ujarnya.
Menurutnya, Pengurus Sinode GMIT juga mencari tahu informasi di tingkat klasis. Kemungkinan aliran dana dari Johnny Plate diberikan secara perorangan yang langsung diserahkan kepada jemaat.
“Kemungkinan aliran dana yang diberikan sifatnya sumbangan pribadi dari yang bersangkutan, dan jika diserahkan langsung kepada Mata Jemaat penerima, maka pencatatan keuangannya tidak masuk dalam kas Sinode GMIT,” imbuhnya.
Ia mengatakan, Pengurus Sinode GMIT akan menindaklanjuti informasi tersebut dan melakukan penelusuran aliran dana dimaksud, sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Jonny Plate disebut meminta uang ke anak buahnya sebesar Rp 500 juta per bulan.
Uang tersebut diambil dari anggaran proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kominfo, uang itu diminta Jonny Plate dari Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif, dalam kurun waktu 20 bulan.
Hal ini diungkap jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi proyek penyediaan menara BTS 4G dan infrasrtuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kominfo yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Selasa 27 Juni 2023.
“Terdakwa Johnny Gerard Plate pada waktu dan tanggal yang tidak dapat ditentukan antara bulan Januari-Februari 2021 meminta uang kepada Anang Achmad Latif sebesar Rp 500 juta per bulan yang terealisasi dari bulan Maret 2021 sampai dengan Oktober 2022,” pungkasnya.
Uang yang diminta Johnny itu, menurut jaksa, berasal dari perusahaan konsorsium penyedia jasa infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung.
“Padahal uang yang diserahkan kepada terdakwa Johnny Gerard Plate tersebut berasal dari perusahaan konsorsium penyedia jasa pekerjaan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5,”ungkapnya.
Selain itu, jaksa menyebut, Johnny juga beberapa kali memerintahkan Anang Achmad Latif mengirimkan uang ke dirinya untuk kepentingan pribadi, uang itu dikirim pada April 2021 sebesar Rp 200 juta untuk korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur, lalu pada Juni 2021 sebesar Rp 250 juta untuk GMIT di Nusa Tenggara Timur.
Kemudian pada Maret 2022 sebesar Rp 500 juta kepada Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus, dan pada Maret 2022 sebesar Rp 1 miliar untuk Keuskupan Dioses Kupang.
Adapun dalam kasus ini, Johnny Plate menjadi terdakwa bersama Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto, kemudian, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak Simanjuntak; Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.
Jumlah total kerugian itu didapat dari laporan hasil audit penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kemudian, dalam dakwaan disebut, ada sembilan pihak dan korporasi yang turut menikmati uang proyek yang berasal dari anggaran negara tersebut. Jonny Plate disebut jaksa telah menerima Rp 17.848.308.000.
Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif mendapatkan Rp 5.000.000.000. Selanjutnya, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan mendapatkan Rp 119.000.000.000. Lalu, Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto menerima Rp 453.608.400.
Lanjutnya Windi Purnama yang merupakan orang kepercayaan Irwan Hermawan mendapatkan Rp 500.000.000. Lalu, Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP) Muhammad Yusrizki menerima Rp 50.000.000.000 dan 2.500.000 dollar AS, konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp 2.940.870.824.490. Kemudian, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp 1.584.914.620.955.
“Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp 3.504.518.715.600,”bebernya.
Atas perbuatannya Jonny Plate dan lima terdakwa lainnya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu Windi Purnama disangka melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, Dirut PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki yang menjadi tersangka kedelapan dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Hingga kini, perkara Windi dan Yusrizki masih dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung.(PK/FKK03)