Kupang, FKKNews.com – Bersama Indonesia Kupang bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana menyelanggarakan JUSTCLUB “Club For Social Justice” Dengan tema Mendorong Keterlibatan Akrif : Peran Pemuda dalam membangun Pemilu Damai yang Inklusif dan Berkelanjutan, di Gedung ICT Center Universitas Nusa Cendana (Undana), Kamis, (16/11/2023)
Kegiatan tersebut menghadirkan pembicara yang mumpuni yakni, Yeftha Yerianto Sabaat- Akademisi Politik FISIP UNDANA, Yunior Adi Nange, IP – Ketua Bawaslu Kota Kupang, Fernando Soares – Politisi Muda Gerindra NTT, Florit P. Tae – Ketua GMKI Kupang, Idharsyah Termanu Dasi – Ketua HMI Kupang.
Ketua BEM FISIP Undana Yakni Lila Efrianto Misaa dalam sambutan awalnya mengatakan Kita bukan hari ini bicara bagaimana mengenai Mendorong keterlibatan aktif, peran pemuda dalam membangun Pemilu damai yang inklusif dan berkelanjutan.
“Karena kita bicara juga tentang pemilu kita bicara juga tentang dampak jangka panjang terhadap eksistensi Negara kita kedepan, sehinnga peran pemuda dan mahasiswa sangat dibutuhjan untuk menunjang visi tersebut,”ujarnya.
Koordinator Bersama Indonesia Kupang Naaman Bonlae dalam sambutan nya menyampaikan bahwa berdasarkan hasil Pers Rilis BPS NTT pada tahun 2020 Genereasi Z (penduduk umur 8-23 tahun) merupakan generasi yang paling mendominasi di NTT, mencapai 34,72%. Disusul dengan generasi Milenial (24-39 tahun) yang mencapai 25,17%. Tentunya hal ini menjadi sebuah angina segar mengingat tingginya tingkat pemilih muda yang berpartisipasi dalam kontestasi politik 5 tahunan.
“Untuk itu pemuda perlu menentukan sikap mereka pada pemilu yang akan datang, baik itu di exekutif, legislative dan juga penyelenggara pemilu. Jangan sampai kita menjadi satu komoditas utama yang dijadikan sasaran politik tanpa mempengaruhi kepentingan anak muda,”ucapnya.
Hadir dan Membuka Kegiatan yakni Wakil Dekan 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIP UNDANA, Drs. Jacob Wadu, M.SI Menyampaikan dalam sambutannya, bahwa masi diakui pemilih kita ini adalah pemilih yang bersifat transaksional, kemudia label-label trandisional kita masi melekat, ini yang menjadi persoalan sehingga, seringkali pemilu kita tidak damai.
“Katakanlah bukan lagi percaya soal program, soal visi-misi tapi lebih menggunakan isu-isu yang diluar kita kehendaki seperti isu agama, isu SARA. Saya kira isu-isu seperti ini perlu untuk bisa di minimalisir,”tutupnya.(FKK03)