Top 5 minggu ini

Related Posts

Doa Untuk Negeri: Terus Melaju Untuk Indonesia Maju, “Sebuah Refleksi Teologis terhadap Doa Menteri Agama dan Tema dalam Perayaan HUT RI Ke-78” Opini Oleh Florit P. Tae, Ketua GMKI Cabang Kupang

“Atas Rahmat Tuhan yang maha pengasih dan maha penyang. Dengan nama Tuhan yang menganugerahkan kemerdekaan. Dengan nama Tuhan yang menakdirkan kebinekaan. Demi keagungan Tuhan yang menyabda kedamaian.

Ya Allah, Ya Tuhan kami. Ilhamilah kami untuk menyadari dan mensyukuri anugerah agung-Mu, kemerdekaan negeri dan bangsa kami. Syukur yang mendorong kami, bangsa kami dan terutama pemimpin-pemimpin kami untuk terus menjaga negeri kami dan mengurusi kemerdekaan kami secara bersama, berupaya memajukan negeri Kami.

Ya Tuhan, Ya Allah yang Maha pengampun. Ampunilah kami, Rakyat dan pemimpin-pemimpin kami atas kelalaian kami mensyukuri anugerahmu dalam mengisi kemerdekaan atas rahmatmu.

Ya Allah, Ya Tuhan kami yang maha merahmat.  Limpahkanlah rahmatmu kepada kami, kepada negeri kami, bangsa kami dan pemimpin-pemimpin kami. Anugrahi kami pemimpin yang takut kepadaMu, yang mencintai Tanah Air dan menyayangi rakyatnya.

Ya Allah, Ya Tuhan kami yang maha kuasa dan Perkasa. Berilah kami dan pemimpin kami kekuatan lahir batin untuk membangun dan memajukan negeri kami. Satukanlah hati dan tekad kami bagi menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam harmoni. Karuniailah kami kekompakan untuk.berjuang meraih kesejahteraan dan kebahagiaan bersama.

Wahai Tuhan yang melukis takdirkan perjuangan. Tanpa pertolongan-Mu, takkan kami raih kemenangan. Maka, bimbinglah kami memaknai kemerdekaan. Tuntun langkah kami menjaga persatuan dan kesatuan, demi bumi pertiwi tumpuan penghidupan tempat kami anak negri mewujudkan mimpi.

Ya Allah, Tuhan yang memberi arah tujuan. Lapangkanlah hati kami meniti jalan keteladanan, Terangi jalan kami mewujudkan kejayaan, Hindarkan kami dari pertikaian, perpecahan. Jangan biarkan kami tercerai berai dalam permusuhan, Satukan hati kami dalam cinta dan kasih sayang. Ijinkan kami mensyukuri kemerdekaan yang engkau anugerahkan, Ijinkan kami terus melaju untuk indonesia maju yang engkau tuntunkan.

Ya Allah, Tuhan yang maha mengampuni. Ampunilah dosa dan kesalahan kami. Ampunilah dosa Orang tua dan guru kami. Ampunilah seluruh tokoh bangsa dan pemimpin kami. Ampuni dan muliakanlah para pahlawan kami.”

(Yaqut Cholil Qoumas, Mentri Agama RI, dalam Perayaan HUT RI Ke-78 di Istana Merdeka.)

Indonesia yang baru. Negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan sebuah fenomena baru. Sebelumnya ia bukan merupakan sebuah negara yang berbentuk kesatuan. Melainkan suatu wilayah jajahan yang didalamnya terdapat bangsa-bangsa yang berbeda identitas kultur dan budaya. Masing-masing bangsa ini, berjuang untuk mempertahankan eksistensinya, mempertahankan kekuasannya dan sebagainya.

Bangsa penjajah, pertama-tama datang tidak untuk menjajah suatu negara yang bernama Indonesia, melainkan satu wilayah yang benama Nusantara. Perjuangan masing-masing bangsa di Nusantara untuk melawan penjajahan dikerjakan sendiri-sendiri, dan bahkan bangsa-bangsa tersebut saling menyerang akibat politik “adu domba” yang luar biasa masif dan terstruktur. Inilah realitas keberadaan bangsa-bangsa di Nusantara. Oleh karena itu, Identitas Indonesia sebagai sebuah fenomena baru ini, merengkuh perbedaan-perbedaan menjadi satu dan diikat dengan Pancasila. Pancasila menjadi falsafah sebuah indentitas nasional berna Indonesia yang beragam.

Baca juga  AKU "TAAT" MAKA AKU EKSIS, Opini Oleh Florit P. Tae, Ketua GMKI Cabang Kupang

Secara tegas dan lugas, John Titaley misalnya menulis bahwa, memahami Indonesia menuntun kita pada kesadaran tentang karakter negara ini. Indonesia merupakan realitas negara majemuk dengan kepelbagaian dalam setiap elemen, yakni suku, ras, agama, dan bahasa. Inilah identitas primordial yang eksistensinya tak bisa ditawar. Identitas ini membentuk kedirian masing-masing dari warga bangsa Indonesia. Bersamaan dengan itu, ada identitas nasional yang sejak 1945 itu telah diproklamasikan oleh bangsa ini.

Indonesia adalah karya Tuhan dalam sejarah. Indonesia tidak hanya dibaca sebagai suatu peristiwa politis tetapi juga sebuah peristiwa teologis. Ada maksud Tuhan dari hadirnya Indonesia. Kesimpulan ini secara tegas diuraikan dalam alinea ketiga dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. “Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa”. Alinea ketiga ini menyatakan dengan tegas campur tangan Illahi dalam proses lahirnya bangsa Indonesia. Pernyataan ini hendak menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa keberadaannya sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam negara kesatuan Republik Indonesia tidaklah semata-mata usaha manusiawi belaka, tetapi berkat adanya campur tangan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Kemerdekaan Indonesia atas berkat campur tangan Tuhan ini, dikumandangkan setiap tahun, melalui refleksi dan doa. Refleksi mendalam atas kehadiran identitas nasional ini menuntut masyarakat Indonesia mencintai identitasnya, serta menjaga wibawa tanah airnya. Rasa cinta dan upaya menjaga identitas dan wibawa tanah air mewujud dalam doa yang dibacakan oleh Mentri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Doa dalam perayaan Ulang Tahun Kemerdekaan di Istana Negara sangat menawan. Saya membaginya dalam empat (4) bagian; Bagian pertama (alinea I), merupakan sebuah ungkapan penghormatan pada Tuhan yang diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai yang Ilahi, sebagai sang sumber segala sesatu (bdg. Sila Pertama Pancasila). Bagian ini hendak menegaskan bahwa Negara Indonesia didirikan Oleh Tuhan. Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa pilihan Tuhan. Karena itu, keneradaan bangsa ini, bukanlah suatu kebetulan, bukan pula keinginan suatu masyarakat yang semata-mata ingin mendirikian sebuah negara merdeka. Melainkan, Tuhan adalah sang Inisiator Kemerdekaan dan berdirinya negara Indonesia yang baru.

Baca juga  Sambut HUT Humas Polri ke-72, Bid Humas Polda NTT Bagikan Air Bersih di RT 041, Kelurahan Liliba

Bagian Kedua (Alinea II-V ), merupakan ungkapan permohonan Kepada Tuhan sang Sumber segala sesuatu itu. Tuhan sebagai sang sumber dan sang Inisiator kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia inilah yang mampu meberi dan menaruh rasa syukur, kesadaran di dalam batin segenap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai umat pilihan Tuhan, yang ditempatkan diatas tanah Indonesia, dengan segala keterbatasannya sebagai manusia, tidak mampu menampilkan rasa syukur dan menciptakan kesadaran dalam rangka mengisi kemerdekaan negaranya sendiri. Oleh karen itu, dalam keterbatasannya sebagai manusia, perlu mendapat anugerah dari Tuhan sang sumber dan sang Inisiator.

Bagian Ketiga (Alinea VI-VII), merupakan sebuah pengakuan dan uangkapan Pengharapan. Pengakuan dan Pengharapan mengadaikan bahwa Tuhan yang menuntun bangsa Indonesia pada masa lalu, akan terus menuntun bangsa Indonesia untuk tiba di masa depan. Tuhan yang bekerja dalam sejarah bangsa Indonesia akan terus bekerja dari masa lalu, masa kini dan masa depan. Doa pada bagian ketiga ini juga hendak menggambarkan realitas masa kini Indonesia (realitas sosial, politik, ekonomi, religiositas dan sebagainya). Oleh kare itu, Tuhan yang berdiri pada masa lalu dan masa depan, tidak menarik tanganNya dari masa kini. Ia terus merangkul keberadaan masa kini Indonesia dari masa lalu dan masa depan.

Bagian Keempat (Alinea VIII), merupakan sebuah ungkapan perendahan diri sebagai bangsa. Sebagai bangsa yang besar, bangsa yang unik, bangsa yang telah merdeka 78 tahun, bangsa yang hadir atas inisitaif Tuhan, kerap kali lalai menyadari keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, uangkapan perendahan diri menjadi sangat penting. Sebab, dihadapan Tuhan yang terus berkarya dalam sejarah dan perjalanan bangsa Indonesia, umatnya harus terus merendah. Perendahan diri, mengandaikan sebuah kesadaran yang merefleksi keterbatasan.

Doa dalam alinea I-VIII menegaskan bahwa Indonesia mencita-citakan masa kini dan masa depan yang berkeadilan, sejahter, hidup dalam persatuan dan kesatuan dalam keberagaman, dan sebagainya. Indonesia sebagai tanah perjanjian, tanah yang kaya dengan “susu dan madu” hendaknya terus berakar didalam Tuhannya dan mengisi kemerdekaan dengan karya-karya yang mulia. Sebab, setiap karya yang bermanfaat bagi bangsa dan negara adalah merupakan karya sakramental. Selain itu, kehidupan yang berkeadilan, sejahtera, bersatu harus didasari pada komitmen bersama. Komitmen bersama itu, secara mengikat tercantum dalam sila-sila pancasila, sebagaimana diucapkan oleh Bung Karno bahwa pancasila merupakan falsafah ( ……….).

Baca juga  Perdebatan Saat Wartawan Minta Klarifikasi Ke Pemilik PT Ombay Terkait Pemberhentian Karyawan Yang Dilakukan Oleh Juvi Jodjana 

Indonesia Merdeka yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, menurut Bung Karno adalah sebagai Jembatan Emas. Memproklamirkan kemerdekaan tidak dengan sendirinya, Indonesia terlepas dari kemiskinan dan ketidak adilan, serta perpecahan. Dengan demikian, Perayaan HUT Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah momentuf reflektif atas sejarah perjuangan bangsa Indonesia, namun juga merupakan suatu momentum untuk terus menghidupkan Credo kemerdekaan. Credo (Pengakuan) itulah yang terus mengevaluasi Credenda (Agenda) bangsa Indonesia. Sebab, Credo tanpa Credenda menyangkali kebradaan Tuhan sebagaimana tercantum dalam sila pertama pancasila dan sekaligus mencela doa yang dikumandangkan pada perayaan HUT RI ke-78 dengan tema “Terus Melaju untuk Indonesia Maju”.

Tema dalam Perayaan HUT RI Ke-78 tahun ini, “Terus Melaju untuk Indonesia Maju” adalah sebuah Credo yang menginspirasi Credenda. Pengakuan bahwa “Terus Melaju” merupakan spirit yang menghidupkan kita untuk mencapai “Indonesia Maju”. Dan dalam rangka mencapai kemajuan itu, kita membutuhkan agenda yang dirancang secara masif dan terorganisir. Semua agenda tidak dapat dikerjakan secara individu. Sebab, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan beragam. Komitmen hidup bersama dalam keberagaman di Indonesia tidak lepas dari perlunya pengakuan dan perlakuan yang sama dari dan antar-beragam pihak. Itu menjadi syarat agar hidup bersama dapat terjadi dan dalam konteks itulah konsensus-konsensus boleh berlangsung untuk mencapai cita-cita kemerdekaan.

Secara historis komitmen hidup bersama dalam keberagaman menghasilkan teks-teks keindonesiaan yang ideal yakni Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Keduanya merupakan hasil penalaran publik para pendiri bangsa, dengan beragam latar belakang mereka masing-masing, yang melakukan diskusi terbuka, berdebat, saling mendengar dan masing-masing pihak bersedia memperluas pandangannya, terutama di bidang keagamaan tetapi tidak terbatas di sana melainkan juga bidang-bidang lainnya, guna meraih konsensus bersama. Konsesus bersama tersebut, dapat menjadi spirit untuk mencapai Indonesia maju.

Sebagai refleksi, bangsa Indonesia adalah bangsa yang dimerdekakan oleh Tuhan. Tanah air Indonesia dijanjikan oleh Tuhan, jauh sebelum para penjajah “berdansa” diatas panggung Indonesia yang kaya. Tanah yang Luhur, Mulia, Suci, Sakti dan Berseri, sebagaimana diuraikan oleh W.R. Supratman adalah Tanah air yang harus dijaga, dipelihara dan dicintai dengan tulus. Sebab, tanah dimana kita ditempatkan, dimana tumpuan kita berpijak harus terus didoakan kesejahteraannya, sebagaimana doa Nabi Yeremia “Usahakan Kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (Yeremai 29:7).(FKK03)

 

Popular Articles