Top 5 minggu ini

spot_img

Related Posts

Ekspektasi Pembangunan dan Kapasitas Pemerintah

Ekspektasi Pembangunan dan Kapasitas Pemerintah

Oleh : Eduard Nautu, Sekfung Kader PP GMKI MB 2022-2024

Kupang,FKKNews.com-Diskursus kebijakan Gubernur NTT yang hari ini menghendaki dimulainya kegiatan belajar mengajar pada pukul 05.00 pagi, bukan fakta baru dalam pengambilan kebijakan. Ada beberapa kebijakan kontroversial (baca: nyeleneh) yang dalam penerapan justru hilang dan tak lagi terdengar. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya di bawah terik matahari, tidak ada yang baru. Dari waktu ke waktu selalu ada kebijakan yang memancing reaksi publik dan berujung tanpa ada kejelasan. Mau sekontroversial apapun itu, mau dikritik dan diserang oleh semua media, dianggap terburu-buru dan kurang mempertimbangkan banyak hal. Pada akhirnya harus menyerah pada waktu, pada terik matahari.

Ada sebuah catatan bahwa sebelum fakta kebijakan ini muncul ke ruang publik dan mengundang animo publik, beberapa hari kemarin ada media lokal memberitakan tentang Pemda NTT baik Pemprov maupun Pemkab yang mendapatkan dana dari PT SMI maupun Bank NTT untuk pembangunan infrastruktur. Diberitakan juga bahwa dengan adanya pinjaman ini beban APBD makin berat (RakyatNTT 25 Februari 2023).

Fenomena yang dipertontonkan ini tidak kemudian membutakan mata kita berkaitan dengan hal urgent mengenai upaya Pemprov mencari solusi terkait utang dan strategi optimalisasi BUMD guna mendatangkan penghasilan bagi Pemda. Ini juga harus menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat, dalam hal ini pengguna media Sosial. Pers juga harus mengawal serius isu ini.

Dalam beberapa waktu terakhir, terasa sekali dada menjadi sesak, udara yang terhirup pun seperti keruh. Semua ini terbukti bahwa hampir semua kebijakan yang dibuat Pemprov masih menjadi perhatian bersama. Oleh karena itu, kita perlu hati-hati dan jangan terjebak pada euforia dan penggiringan opini hanya karena satu kebijakan, yang kalaupun nanti dalam evaluasi tidak efektif akan dihentikan. Toh, sudah beberapa kali kebijakan yang sifatnya hanya memancing animo masyarakat kemudian lenyap entah ke mana? Kita harus membalikkan arus kritikan ke arah yang lebih substansial baik itu individu maupun sistem.

Baca juga  Mengurai Masalah Sekolah Swasta di NTT dan Solusi Cerdas Jelang Pelaksanaan PPDB, Catatan Ketum BMPS NTT, Winston Rondo 

Hal-hal substansial yang saya maksudkan itu perlu dikawal Pers sehingga kita bisa kontrol bersama. Jangan sampai kemudian muncul praktik seperti “power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”. Dengan demikian, semua produk kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah harus benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat, demi suatu kehidupan yang lebih baik.

Bagaimana kita menginginkan kehidupan yang lebih baik jika semua kebijakan tidak bermutu? Di sini perlu kemudian secara bijaksana kita kritik sistem, kebijakan, dan aturan-aturan yang harus lulus uji demi kepentingan rakyat banyak.

Bijaksana Berdemokrasi

Sejak gerakan digitalisasi berkembang luar biasa pesat, semua elemen bangsa punya ruang kritik terbuka bagi pemerintah. Hal ini memang baik dan sesuai tuntutan demokrasi. Tetapi kita juga perlu berhati-hati, jangan sampai kita juga kemudian digiring dalam cara berpikir dan bertindak yang menekankan pada euforia media sosial. Semangat lebih kita untuk mengontrol kebijakan harus bijak serta realistis dan tidak ikut arus.

Hal ini menjadi warisan baik bagi demokrasi dalam hal kontrol kebijakan, yang menekankan pada nilai-nilai substansial pembangunan. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi alarm bagi pemerintah supaya orientasi pembangunan dan kebijakan diarahkan kepada kepentingan bersama. Ekspektasi pembangunan dan kebijakan yang menjadi mimpi bersama, justru tidak selaras dengan kapasitas pemerintah.

Ada beberapa aspek penting terkait pendidikan yang harusnya menjadi perhatian pemerintah, yaitu: Pertama, pembangunan infrastruktur. Bagaimana kita berharap pendidikan baik, kalau bicara infrastruktur saja kita kalah? Kedua, kesejahteraan guru (honorer). Hal ini bertujuan agar guru benar-benar menaruh fokus pada mengajar. Kalau guru tidak sejahtera secara finansial maka jangan heran kalau mengajar hanya menjadi pekerjaan sampingan. Banyak alumni Sarjana Pendidikan yang memilih tidak mengajar karena persoalan ini.

Baca juga  Peringati Hari Perempuan Internasional, WALHI NTT Sampaikan Delapan Rekomendasi kepada Pemerintah, Berikut Isinya. . .

Banyak hal esensial yang harusnya perlu untuk diambil kebijakannya bukan hanya soal waktu masuk sekolah. Perlindungan hukum terhadap guru juga tidak kalah menarik untuk kita diskusikan. Kita tidak bicara soal menyiapkan robot yang nantinya mengisi kebutuhan pasar. Oleh karena itu, kualitas pendidikan tidak melulu bicara soal jam bangun pagi siswa. Seiring dengan tantangan yang harus dihadapi bangsa ini, maka kualitas kepemimpinan juga menjadi indikator utama dalam pembangunan baik manusia maupun infrastruktur.

Jika pemikiran reflektif ini kita terapkan, apakah strategi kebijakan dan pembangunan sudah diarahkan pada jalur yang benar? Mari kita lihat progres pembangunan hari ini. Pembangunan hari ini tidak menitikberatkan pada capaian sasaran yang tepat. Penyebab utamanya adalah arogansi kepemimpinan dan juga orientasi pembangunan yang cenderung menguntungkan bagi elit tapi mengorbankan rakyat. Ditambah partisipasi publik dalam hal kontrol kebijakan yang justru melempem. Dominasi elit dalam mekanisme, struktur, dan media, menyebabkan masyarakat justru diberikan konsumsi untuk hal-hal remeh berkaitan dengan kebijakan kontroversial ala pemerintah yang tidak ada substansinya.

Kita perlu membangun kesadaran kolektif, salah satu cara untuk mendorong perilaku sadar dari masyarakat adalah melibatkan semua institusi. Institusi pers harus hadir dengan sosialisasi terkait indeks pembangunan kita hari ini. Jangan lagi justru menjadi penggiring opini dan justru menyesatkan. Fondasi ini yang mestinya kita bangun sebagai aspek penting guna mencapai target pembangunan manusia yang sadar dan punya kualifikasi kepemimpinan. Jangan pernah gentar untuk menyuarakan kebenaran, karena yang perlu kita takutkan hanyalah ketakutan itu sendiri. “The only thing to fear is fear itself”, demikian ungkap Roosevelt, 1993.

Popular Articles