Kupang, FKKNews.com – Komite Solidaritas untuk West Papua Kota Kupang, melakukan aksi damai mimbar bebas, di depan kantor Timor Express, yang beralamat di Jalan Piet A. Tallo, Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Provinsi NTT, Sabtu (30/9/2023).
Aksi damai yang mendapat pengamanan dari personel gabungan Satuan Samapta Polresta Kupang Kota dan Polsek Kelapa Lima, dipimpin oleh Kapolsek Kelapa Lima Jemy O. Noke, S.H, didampingi Kepala Urusan Pembinaan Operasional (KBO) Samapta IPTU Stanislaus Sangaria, dalam rangka aksi protes perjanjian Roma (Roma Agreement) pada tanggal 30 September 1962, yang mana saat itu dilakukan perjanjian tanpa satu pun wakil dari rakyat papua, padahal perjanjian yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat papua barat.
Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol. Rishian Krisna Budhiaswanto, S.H., S.I.K., M.H menjelaskan, aksi mimbar bebas dalam menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak setiap warga negara Indonesia yang dilindungi Undang-undang, sehingga merupakan kewajiban dari Kepolisian untuk memberikan pelayanan, berupa pengamanan dan pengawalan.
“Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang diatur dalam Undang-undang, dan polisi berikan pengamanan dan pengawalan agar berjalan aman dan tertib,”ujarnya.
Selain itu, mantan Kabidhumas Polda NTT itu menambahkan, selain hak, ada kewajiban yang harus ditaati, seperti tidak mengganggu aktifitas warga lainnya.
“Sesuai surat pemberitahuan aksi, akan dilakukan di depan kantor media Timor Express, dimana merupakan salah satu jalur kendaraan bermotor yang cukup padat, sehingga kami kawal melekat, dan himbau untuk tidak mengganggu aktifitas warga lain, khususnya pengendara,”bebernya.
Komite Solidaritas untuk West Papua Kota Kupang, dalam kegiatan tersebut, membawa Spanduk dan Poster yang dibentangkan, dengan bertuliskan “61 Tahun Roma agrement ilegal di papua, free west papua”, “Berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi warga west papua”, “Tarik militer organik maupun non organik dari tanah papua”, “Usut tuntas semua kasus pelanggaran pelaku segera”, “Stop genosida dan ekosida dari tanah west papua”, “Stop operasi militer di seluruh tanah papua”, “Rasisme adalah wajah kolonialisme diatas tanah west papua”.
Selain itu, adapun beberapa tuntutan kelompok aksi, diantaranya Mengakui bahwa roma agreement 39 September 1962 merupakan kesepakatan yang tidak sah secara yuridis maupun moral tanpa keterlibatan wakil satu pun rakyat papua barat, Tarik militer (TNI-POLRI) organik dan non organik dari seluruh tanah papua barat, Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, lainnya yang merupakan dalang kejahatan kemanusiaan di atas tanah papua barat, PBB harus bertangung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa papua barat.
Tuntutan selajutnya, yakni buka ruang demokrasi seluas-luasnya dan berikan kebebasan bagi jurnalis nasional, internasional meliputi dan mengakses informasi di papua barat, Cabut dan tolak Otsus jilid II, DOB, Omnibuslaw, KUHP, ITE, Minerba dan seluruh regulasi produk kolonial Indonesia di west papua.
Setelah selesai berorasi, kemudian kelompok aksi mimbar bebas membubarkan diri dengan aman dan tertib.(Trb/FKK03)