Top 5 minggu ini

spot_img

Related Posts

MA Ganti Vonis Ferdy Sambo, Pengamat Hukum Undana Sebut Penjara Seumur Hidup Lebih Berat Dari Hukuman Mati

Kupang, FKKNews.com – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Namun, MA melakukan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dilakukan, sehingga menjatuhkan vonis pidana penjara seumur hidup.

Perkara nomor: 813 K/Pid/2023 itu diadili oleh ketua majelis hakim Suhadi dengan anggota Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana. Selain itu, panitera pengganti Rudi Soewasono. Putusan dibacakan pada Selasa (8/8/2023), hal tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi di Gedung MA.

“Amar putusan kasasi, tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan, menjadi melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan bersama-sama. Pidana penjara seumur hidup,”ujarnya.

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta sebelumnya menolak upaya banding yang diajukan Sambo. Sambo divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J).

Pengamat Hukum Undana Deddy R. Ch. Manafe saat dikonfirmasi, Rabu, (9/8/2023) menyampaikan bahwa Terkait dengan Putusan MA atas permohonan Kasasi Ferdy Sambo, sesungguhnya dapat dimaknai bahwa MA tetap pada ketentuan KUHP.

“Pasal 340 KUHP yang mengancam dengan pidana maksimal, yaitu, Pidana mati; atau Pidana penjara seumur hidup; atau Pidana penjara selama 20 tahun. Ketiga jenis pidana atau hukuman ini, merupakan ancaman pidana maksimal yang dikenal dalam sistem pemidanaan menurut KUHP. Artinya, perubahan dari pidana mati ke pidana penjara seumur hidup masih dalam lingkup pidana maksimal,”imbuhnya.

Ia mengatakan bahwa dalam Vonis MA terhadap Ferdy Sambo, ada kemungkinan untuk putusan pemidanaan berubah saat KUHP yang baru mulai berlaku.

Baca juga  Penjabat Wali Kota Kupang Tegaskan Soal Dedikasi dan Loyalitas ASN Jadi Kunci Saat Pimpin Apel Akhir Tahun 2024

“MA secara teknis tidak mau kerja dua kali buat kasus Ferdy Sambo. Oleh karena Pasal 3 ayat (7) KUHP Nasional (UU No.1/2003) jelas menyatakan, “Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru,”pungkasnya

“Artinya, walaupun KUHP Nasional baru akan berlaku efektif tanggal 3 Januari 2026, namun dari pada menunggu 3 tahun lagi baru merubah pidana mati tersebut, kebetulan ada Kasasi dari Ferdy Sambo, maka sekalian saja diubah. Kalaupun pidana mati itu masih dikenakan, tidak mungkin dalam kurun waktu 3 tahun ini sudah dieksekusi. Prosesnya masih panjang. Terpidana Ferdy Sambo memiliki hak sebagai warga negara untuk mengajukan grasi atau pengampunan ke Presiden selaku Kepala Negara. Kalau grasi ditolak, baru akan memasuki proses eksekusi,”tambahnya.

Ia menyatakan bahwa KUHP Nasional, mengkategorikan pidana mati sebagai pidana khusus. Dengan demikian diancamkan kepada tindak pidana khusus pula. Sementara tindak pidana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo terkategori tindak pidana umum. Artinya, MA masih tetap menerapkan ancaman pidana maksimal pada Ferdy Sambo yang melakukan tindak pidana umum. Oleh karena pada tindak pidana umum, ancaman pidana penjara seumur hidup merupakan ancaman pidana yang paling berat.

Dengan demikian Secara filsafat hukum pidana, sejatinya pidana mati merupakan pidana atau hukuman yang paling ringan, menurut saya. Justru pidana penjara seumur hidup merupakan hukuman paling berat. Mengapa demikian? Karena, dengan eksekusi tembak mati, maka derita atau hukuman itu berakhir. Sementara, untuk penjara seumur hidup, derita itu terus ditanggung selama terpidana itu hidup.(FKK03)

Popular Articles