Kupang, FKKNews.com – Anggota DPRD NTT Periode 2014-2019 Jefri Un Banunaek menanggapi polemik terkait tunjangan transportasi dan perumahan DPRD berdasarkan Pergub 22 Tahun 2025. Dia menilai bahwa nominal tunjangan transportasi dan perumahan itu sudah sesuai beban tugas sebagai wakil rakyat dan kondisi NTT yang terdiri dari pulau-pulau.
“Dengan kondisi NTT yang terdiri dari pulau-pulau ini, dengan topografi yang sulit, beban Anggota DPRD semakin berat, khususnya dalam menyerap aspirasi masyarakat sampai ke desa dan pelosok-pelosok. Hal itu, tentu, membutuhkan biaya yang besar,” katanya.
Perlu diketahui, sebelumnya Ketua DPRD NTT Emilia Nomleni mengatakan bahwa DPRD tidak berdiri sendiri dalam penetapan besaran tunjangan, melainkan mengikuti aturan yang berlaku.
“Sebagai DPRD NTT kami berterima kasih dan apresiasi atas pemberitaan media dan berbagai kritik yang diajukan masyarakat melalui media dan media sosial terkait tunjangan transportasi dan perumahan DPRD berdasarkan Pergub 22 Tahun 2025,” ujarnya.
Ia menjelaskan, besaran tunjangan yang diterima anggota DPRD telah sesuai dengan regulasi, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), serta hasil survei sebelum diputuskan dalam Pergub.
Sorotan publik yang menilai besaran tunjangan transportasi “fantastis” juga ditanggapi Nomleni. Ia menilai persepsi tersebut tidak bisa hanya diukur dari jarak rumah ke kantor DPRD di Kota Kupang, tetapi harus dilihat dari keseluruhan mobilitas politik dalam menyerap aspirasi masyarakat hingga ke desa-desa terpencil.
“Biaya transportasi perjalanan dinas DPRD misalnya hanya membiayai anggota sampai ke pusat kabupaten, sedangkan untuk menjangkau desa-desa jadi tanggungan anggota yang bersangkutan,” jelasnya.
Jefri Un Banunaek, Anggota DPRD Periode 2014 -2019, mengamini apa yang disampaikan Ketua DPRD NTT, di atas.
“Menurut saya, apa yang dijelaskan Ketua DPRD NTT itu, benar adanya. Ttunjangan Anggota DPRD NTT masih sangat pantas bahkan masih kurang karena wilayah NTT merupakan daerah kepulauan dan akses ke desa-desa dengan kondisi infrastuktur yang masih sulit yang tentu butuh menyewa lagi kendaraan 4×4 untuk sampai untuk mendengar dan menyerap aspirasi masyarakat,” ujarnya.
Ia menyebut pengalaman dirinya, dimana kondisi ketika Anggota DPRD bertemu dengan masyarakat dengan berbagai kebutuhan, tentu tidak hanya dijawab atau diperjuangkan melalui APBD saja, tetapi juga dari gaji dan tunjangan yang disisihkan untuk memberikan bantuan tersebut, maka sangat banyak bantuan yang diberikan, bisa berupa bantuan kepada masyarakat, sponsor kegiatan olahraga dan hal itu membutuhkan biaya yang besar.
“Menjadi anggota DPRD banyak sekali kebutuhan, selain biaya transportasi, rumah dan mobil untuk operasional, juga ada kondisi dimana ketika kita sebagai wakil rakyat bertemu dengan masyarakat banyak bantuan yang diberikan, bisa berupa sponsor kegiatan olahraga, sarana dan prasarana, bantuan semacam itu tentu membutuhkan biaya,”pungkasnya.(FKK03)