Kupang, FKKNews.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan menegaskan pentingnya rehabilitasi dan konservasi hutan.Sebab, pengelolaan hutan yang baik turut memberi dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ahmad Yohan meminta ekosistem hutan dan mangrove dijaga, gal tersebut Ia katakan dalam sosialisasi dan bimtek pelaksanaan rehabilitasi dan lahan Kementerian Kehutanan di Kupang, Rabu (24/9/2025).
“Ekosistem hutan dan mangrove NTT menjadi alternative pengelolaan hasilhutan dengan melakukan rehabilitasi dan konservasi,” ujarnya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu berkata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berpeluang memanfaatkan carbon credit sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Carbon credit adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida dengan memberikan insentif ekonomi kepada perusahaan atau individu yang berhasil mengurangi emisi mereka.
Carbon credit juga dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
“NTT Berpeluang memanfaatkan potensicarbon credit sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut dia, hutan bertindak sebagai penyerap karbon. Lewat proses fotosintesis, pohon menyerap karbondioksida dan menyimpannya dalam bentuk biomassa (batang, daun, akar) dan tanah.
Ketua DPW PAN NTT itu menyebut 1 hektare hutan bisa menyerap hingga 100-200 ton karbondioksida per tahun tergantung jenis dan kondisi hutan.
Hutan, kata Ahmad Yohan, yang dijaga dari deforestasi atau direstorasi bisa menghasilkan Verified Carbon Units (VCU). Kredit ini bisa dijual di pasar karbon, baik nasional (IDXCarbon) maupun internasional (Verra, Gold Standard).
“Satu kredit karbon = 1 ton karbondioksida yang berhasil dikurangi atau diserap,” sambungnya.
Sisi lain, hutan bisa memberi sumber pendapatan alternatif. Kredit karbon dari hutan bisa menjadi sumber pendapatan untuk: Pemerintah daerah hingga masyarakat adat dan warga lokal. Hutan juga mengurangi ketergantungan pada penebangan liar atau pembukaan lahan.
Ahmad Yohan mengatakan, proyek karbon hutan sering melibatkan masyarakat lokal dalam patroli hutan, penanaman pohon, monitoring biodiversitas, dan masyarakat bisa mendapat pendapatan, pelatihan, dan infrastruktur sosial.
Ia berkata, perlindungan hutan untuk karbon juga otomatis melestarikan habitat satwa langka. Hutan turut menjaga ekosistem dan tata air sekaligus menjaga siklus air, kesuburan tanah hingga pencegahan banjir dan longsor.
“Mandat pengelolaan sumberdaya alam adalah untuk dipergunakan bagi sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat. Undang Und ang Dasar Republik Indonesia Pasal 33 ayat 3 Pemanfaatan Hutan Berbasis Masyarakat,” ujarnya.
Secara khusus, Ahmad Yohan menyoroti permasalahan pengelolaan sumber daya hutan di NTT. Salah satunya, alih fungsi hutan untuk pertanian dan perkebunan.
Selain itu, masih kerap terjadi konflik lahan antara masyarakat adat/lokal dengan pemerintah/perusahaan. Ada juga penggundulan hutan menyebabkan kekeringan
“Kebakaran hutan, minim produksi kayu meranti, masih mendatangkan dari Sulawesi.Kordinasi antar lembaga yang belum optimal.Minimnya peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan hutan,” kata Ahmad Yohan memaparkan.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) NTT, Kludolfus Tuames, menegaskan pentingnya inovasi dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan di NTT.
Salah satu strategi yang kini tengah didorong adalah memanfaatkan skema perdagangan karbon (carbon trade) Menurut Kludolfus, program tersebut membuka peluang pendanaan bagi komunitas atau kelompok masyarakat yang berkomitmen merawat lingkungan.
“Bibit akan disiapkan oleh BPDAS, sementara masyarakat menerima insentif atas jerih payah mereka dalam menanam dan merawat pohon,” jelasnya dalam kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis rehabilitasi hutan dan lahan di Kupang. Ia menjelaskan, keberhasilan skema perdagangan karbon sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman.
“Meskipun banyak ditanam, kalau tidak tumbuh maka kita tidak bisa masuk dalam lingkaran perdagangan karbon ini. Bukti pertumbuhan tanaman menjadi evidence base untuk perhitungan nilai karbon,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Kludolfus juga menekankan perlunya dukungan dari berbagai pihak, termasuk wakil rakyat di tingkat pusat, agar NTT mendapatkan alokasi kuota yang lebih besar dalam skema perdagangan karbon.
Ia menyebut, intervensi politik dapat membuka akses lebih luas terhadap slot kegiatan small green yang difasilitasi oleh mitra internasional seperti Norwegia.
Lebih lanjut, ia mengakui tantangan pembangunan lingkungan hidup di NTT cukup kompleks. Selain faktor biofisik seperti curah hujan rendah dan kondisi tanah yang sulit, faktor sosial-ekonomi masyarakat juga menjadi hambatan.
“Masyarakat kita banyak yang lahir miskin, hidup miskin, dan mati miskin. Mentalitas ini membuat mereka sulit termotivasi. Padahal kemiskinan bukanlah kemuliaan Tuhan,” ujarnya.
Karena itu, Kludolfus menilai pembangunan sektor kehutanan dan lingkungan hidup harus diarahkan tidak hanya untuk melestarikan alam, tetapi juga mengangkat taraf hidup masyarakat.
“Dengan dukungan berbagai pihak, kita bisa mengubah situasi ini demi kemuliaan manusia dan kelestarian lingkungan,” tambahnya.
Acara tersebut ditutup dengan pembukaan resmi kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis rehabilitasi hutan dan lahan, yang dihadiri sejumlah pejabat kehutanan, perwakilan legislatif, serta peserta dari berbagai daerah di NTT.(*FKK03)