Jakarta, FKKNews.com – Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melaksanakan kegiatan diskusi berupa Simposium Pendidikan Kader dengan Tema “Stimulus Baru Pendidikan Kader Organisasi Mahasiswa di Era Revolusi Industri 5.0” dengan mengahadirkan beberapa pemateri diantaranya, Rahayu Saraswati sebagai Co-Choir Y20 Indonesia 2022, Tigor Tampubolon sebagai Praktisi Pendidikan, Harsen Roy Tampomuri sebagai Akademisi Ilmu politik sekaligus Founder Pemersatu Foundation dan Roberto Duma Buladja.
Diskusi dimulai dengan Opening Speach oleh Kabid PKK PP GMKI Wulan Reygar Nainggolan, dilanjutkan pemaparan materi dan diskusi yang diarahkan oleh Moderator Eduard Nautu sebagai Sekfung Pendidikan Kader PP GMKI, kegiatan tersebut dilaksanakan di Gedung Pemuda Provinsi DKI Jakarta, Jalan Pemuda Nomor 66 Rawamangun, Kecamatan Pulo Gadung, Kota Jakarta Timut, Sabtu, (15/4/2023).
Rahayu Saraswati dalam materinya menyampaikan bahwa sebagai GMKI kita harus memahami krisis, khususnya terkait rasa memiliki terhadap organisasi, rasa memiliki tersebut wajib dimulai dari pengurus.
“Pengurus Organisasi harus bisa memahami soal visi dan misi organisasi, contohnya pendidikan kadernya harus dibuat standar yang dipatok, misalnya seorang kader selesai di level satu sampai empat, ini yang menjadi standarisasi bahwa dilevel tertentu jabatan apa yang cocok untuknya di organisasi, generasi Z hari ini lebih fleksibel dan disesuaikan proses belajarnya, sehingga standarnya bukan kuantitas tapi kualitas,” ujarnya.
Tigor Tampubolon sebagai Praktisi pendidikan mengatakan bahwa filosofi pendidikan bisa membuat seseorang bukan hanya cerdas secara intelektual namun cerdas secara emosional.
“Filosofi pendidikan yang lebih menekankan pada Tut Wuri Handayani, padahal ada tiga aspek penting dari Pendidikan yaitu Tut Wuri Handayani, Ing Madya Mangun Karso, Ing Ngarso Sung Tuludo, ketiga aspek ini bukan hanya membentuk kecerdasan namun karakter juga ikut terbentuk, sebagai kader Kristen kita tidak menjadi rapuh dan egois, rapuh dan egoisnya kita hari ini, bisa dilihat dari kondisi GMKI hari ini,” pungkasnya.
Akademisi Ilmu Politik Harsen Roy Tampomuri dalam pemaparannya, ia melihat GMKI sebagai organisasi Kristen, tapi dalam perjalanannya apakah GMKI menghidupi simbol-simbol tersebut atau tidak.
“Stimulus seperti apa yang coba untuk dikejar, sehingga tetap dikejar, pertanyaannya apakah masih relevan hingga saat ini khususnya di era revolusi industri 5.0. generasi Z hari ini tidak perlu diajarkan mengenai digitalisasi karena mereka hidup didalamnya yang penting kita bisa berkaca berdasarkan data dan fakta untuk menemukan suatu relevansi pada Pendidikan kader yang kekinian,” imbuhnya.
Roberto Duma Buladja menekankan bahwa perdebatan mengenai pendidkan Kader bukan terjadi hanya pada hari ini, sehingga kita bisa mengkreasi metodenya, bentuk konten dan ada standar yang ditetapkan oleh PP GMKI.
“Intervensi Pendidikan kader ke cabang-cabang harus dilakukan untuk stadarisasi Pendidikan kader oleh PP GMKI, mengaktifkan Kembali Yayasan Bina Dharma , kita harus memperkuat institusi, doktrinisasi dijalankan, yang paling penting adalah kaderisasi,” harapnya. (FKK03)