Kupang, FKKNews.Com-Persoalan Pembongkaran rumah milik Masyarakat Adat Besipae di Atas Lahan seluas 3.780 hektar yang diklaim Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) di Besipae, Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan masih terus di angkat. Ratusan Orang Aktivis dan mahasiswa, warga Besipae dan Walhi NTT melakukan aksi demonstrasi di Kantor DPRD dan Kantor Gubernur NTT. Jumat (28/10/22).
Massa Aksi meminta Pemprov NTT bertanggungjawab atas ketidakmanusiaan yang dialami Masyarakat Adat Besipae pasca pembongkaran rumah tinggal oleh Pemprov NTT.
Terpantau saat aksi berlangsung, massa aksi awal melakukan aksi orator secara bergantian di depan Gedung Sasando, Kantor Gubernur NTT. Saat orator berlangsung massa aksi menyampaikan aspirasi atas tindakan Pemprov NTT yang mengklaim lahan di Besipae yang berujung 19 rumah tinggal warga di bongkar oleh Pemprov. Massa aksi menilai Gubernur NTT hanya mengutamakan proyek dan mengabaikan rekomemdasi Komnas HAM untuk mengindentifikasi batas-batas di atas lahan 3.780 hektar.
Massa aksi pun melobi untuk bertemu Gubernur NTT namun tak dapat kesempatan untuk menemui Gubernur karena banyak alasan yang tim lobi dapatkan dari pihak Pemprov.
Massa Aksi kemudian bergeser ke titik berikut yakni Kantor DPRD NTT. Massa Aksi setibanya di Gedung DPRD secara pergantian orator menuntut Ketua DPRD Provinsi NTT untuk bertanggungjawab kepada Masyarakat Adat Besipae atas tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oleh Pemprov NTT. Namun sayangnya Ketua DPRD, Emelia Nomleni dan seluruh anggota DPRD tidak berada di Kantor DPRD, alasan 64 anggota DPRD sedang melakukan Kunjungan kerja (Kunker) di Kabupaten Kota.
Koordinator Aliansi Solidaritas Besipae, Fadli Anetong saat diwawancarai awak media menyampaikan, hingga kini Pemprov NTT di bawah kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat belum ada pertanggungjawaban atas pembongkaran 19 rumah milik Masyarakat Adat di Besipae. Padahal, ada rekomendasi dari Komnas HAM tentang persoalan lahan Besipae harus dituntaskan dengan memastikan secara bersama dengan Masyarakat terhadap batas-batas lahan 3.780 hektar yang ada.
“Sejauh ini tidak ada tindaklanjut dari Pemprov atau pertanggungjawaban atas barang-barang yang hilang, intimidasi dan teror hari ini tidak ada tanggung jawab dari Pemprov,” jelas Fadli.
Koordinator aliansi menyampaikan, hingga kini Pemprov NTT tak mampu menunjukkan sertifikat 001 2013 soal lahan 3.780 hektar tersebut. Ia menyebutkan luas lahan itu berbeda dari sketsa.
“Jangan menggunakan hak dia sebagai Gubernur, kemudian semena-mena terus mengintimidasi lewat profesor-profesor premannya dia,” ucapnya.
Dalam penyampaian itu Fadli mengatakan bahwa, DPRD lebih khusus Ketua Emilia Nomleni dan Wakilnya, Inche Sayuna dan puluhan dewan lainnya, para legislator harus bertanggungjawab atas persoalan itu karena saat ini masyarakat Adat Besipae sedang berada dalam penderitaan akibat dari perbuatan Pemprov.
“Kami datang ke DPRD ini untuk meminta agar bisa ikut terlibat, karena sampai sekarang tidak ada respon dari DPRD,” pungkasnya.
Karena aliansi tidak menemui para DPRD Provinsi dan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat maka aksi damai diakhiri. Namun aliansi pastikan pada Senin (31/10/2022) nanti aliansi Solidaritas Besipae akan kembali melakukan aksi jilid II.(*/FKK)