BAGAIMANA WUJUD KEADILAN ITU? : Opini Oleh Florit P. Tae, Ketua GMKI Cabang Kupang

Mengenai Keadilan, “Keadilan dilandasi oleh persamaan Martabat setiap Insan. Ia berarti kebebasan dan kesempatan hidup yang sama terlepas dari asal-usul, status sosial atau jenis kelamin seseorang”.

Keadilan dengan demikian, secara praktis dan sederhana adalah merawat kesetaraan dan menghargai kebebasan individu yang lain.

Tetapi, rasanya agak rumit, bahkan rumit sekali Keadilan menjadi basis gagasan dalam ruang publik Politik.

Kegelisahan yang demikian, secara spontan diuraikan dengan sangat menarik oleh Erhard Eppler misalnya. Ia menulis demikian “Secara politis adalah tidak masuk akal untuk memutar otak dan berupaya agar terjadi keadilan secara sepenuhnya. Karena hal tersebut tidak akan mungkin terjadi”.

Gagasan Sinis dari Erhard ini, bukan tanpa dasar yang tegas. Ia memahami betul persoalan krusial penerapan keadilan. Secara praktis kita bisa mengamati dengan sangat telanjang dalam ruang publik Politik kita. Keadilan “di lacuri” secara brutal dalam partai politik. Bahkan, Negara juga kerap kali tidak terhindarkan dari pertunjukan heroik lumpuhnya keadilan.

Segala upaya untuk memiliki sebuah konsep keadilan yang nantinya menjadi Acuan untuk pengorganisasian seluruh bidang sosial-politik, adalah hal yang seakan bukan hanya ilusi, tetapi juga sangat tidak demokratis. Karena, tampaknya pendapat tentang apa yang dimaksud dengan adil dalam masyarakat, kerap kali saling berbeda satu dengan yang lain dengan pemahaman para elit politik dan pelaku politik praktis.

ADIL VERSI POLITISI vs ADIL VERSI MASYARAKAT

Diskusi tentang berbagai prinsip keadilan diatas, telah menunjukan kepada kita bahwa dalam berbagai arena politik rumusan tentang keadilan juga memiliki pemahaman dan bobot yang berbeda-beda. Masyarakat akan tegas bahwa, Meskipun demikian, politik harus memerlukan sebuah kompas sebagai petunjuk arah bagi keputusan yang akan kita lakukan.

Namun, tidak demikian bagi seorang politisi yang di kaderkan dalam partai politik yang Feodal dan tidak demokratis.

Bagi politisi, Keadilan tidak bisa didefinisikan, tidak bisa dijamin, tidak bisa diukur dan terutama tidak bisa dipaksakan.

Mengapa ada kerumitan sana-sini dalam menerapkan Prinsip keadilan yang absolut? Mengapa Keadilan kerap tidak menemukan jalannya dalam kehidupan sosial yang real?.

Sekali lagi, rasanya kita tidak akan mencapai kesepakatan, karena memang tidak semua orang akan setuju dengan apa yang menjadi substansi spirit keadilan.

Apalagi, menyatukan pemahaman dengan Para Politisi yang sekali lagi, terbelenggu dan dididik dalam iklim parpol yang tidak egaliter.

Jika kita menapis secara jernih ruang publik Politik kita, antara keangkuhan Politisi dan kesederhanaan masyarakat, secara politis memang tidak masuk akal untuk terus berpikir keras menegakkan keadilan sosial absolut, karena memang sama sekali tidak ada keadilan sosial absolut. Secara politis, yang perlu dicari adalah batas antara ketidakadilan yang bisa diterima dan yang yang tidak bisa diterima.

KEADILAN MAINAN PARA IDEALIS ROMANTIK?

Keadilan bukanlah mainan para idealis romantik, tetapi sebuah tugas utama dari politik dan lebih jauh para politisi. Namun, memang ini tugas yang tidak pernah terselesaikan. Mengapa, sebab antara keadilan politisi versus keadilan versi masyarakat, kerap memiliki definisi yang Kontradiktif. Politisi membutuhkan Kekuasaan yang Absolut tanpa Keadilan yang proporsional, sedangkan masyarakat membutuhkan keadilan yang absolut.

Menerangkan gagasan di atas, saya teringat kalimat monumental dari Pierre Mzard “Sejak kapan Manusia itu peduli dengan Jujur dan Bohong?, Manusia hanya peduli dengan Benar dan salah”.

Artinya bahwa Kejujuran yang diucapkan dengan cara yang salah, tidak akan diperdulikan. Sebaliknya, Kebohongan dilakukan dengan cara yang benar, akan lebih diterima.

Karena itu, Ketidakadilan yang bisa diterima akan dilakukan dengan cara yang benar oleh para politisi dan partai Politik. Sebab, bagi mereka Kebohongan akan diperdulikan, bila dipropagandakan dengan cara yang benar dan Tepat.

Itulah mengapa, para politisi eksis di panggung politik.

Dalam tulisan yang lain, saya menguraikan fakta panggung politik bahwa tidak ada politisi yang mementingkan harga diri, melainkan Kemegahan diri.

Memutarbalikkan prinsip keadilan itulah kegemaran para politisi dan partai politik. Padahal “Leadership” itu adalah tindakan dan Bukan Posisi, sebagaimana kata Donald McGannon (Leadership is an Action,  not a Position).

Namun, Kemegahan diri bagi seorang politisi adalah segalanya. Atau dengan Kata lain, Integritas dan Hati Nurani hanyalahenjadi penghalang bahkan Ilusi yang tidak bermakna apa-apa.

KEADILAN: MEWUJUD DALAM PERILAKU SESEORANG TERHADAP INDIVIDU LAIN

Jika seseorang memperlihatkan dominasinya terhadap orang lain, tidak menghargai kebebasan orang lain, tidak mengindahkan hak-hak demokratis seseorang, maka sesungguhnya ia sedang memperlihatkan ketidakadilan.

Sebaliknya, seseorang yang tunduk pada keputusan vulgar orang lain, taat pada kebijakan partai politik yang totaliter, mendiamkan otoritarianisme radikal dari tokoh politik diatasnya, maka ia tidak berlebihan bila disebut sebagai “Pelacur Politik.

Tapi, apa daya kita berkata demikian. “Pelacur politik” adalah tindakan sopan-santun yang paling menggembirakan di panggung politik. Kekuasaan adalah berhubungan dengan Kemegahan diri. Ketika semua orang mengakui langkah-langkah politis yang Frontal dari seseorang, sekalipun itu mengganggu tatana Etika demokrasi adalah sebuah prestasi berharga yang perlu dipertahankan.

Bukankah semua politisi dan partai politik hidup dalam spirit yang sama, bahwa dalam politik elektoral “Jika Anda tidak membunuh, maka bersiaplah untuk anda dibunuh”?.

Bangsa ini mesti mengalami ledakan restorasi yang kencang. Kebiasaan dalam situasi politik yang hari-hari ini dipertontonkan harus dimodifikasi ulang.

Pargamatisme dalam partai politik dan panggung politik harus diruntuhkan.

Konglomerat dan Figur gaya bos harus diminimalisir.

Jika kita mengindahkan kesetaraan, menghargai kebebasan, menonjolkan prinsip eksistensial hak demokratis seseorang, maka cahaya keadilan akan nampak dan menjadi penerang dalam penyelenggaraan politik dan negara.

Mungkin, ini harapan yang agaknya mustahil. Bahkan, mimpin yang rasanya sekedar ilusi. Tapi, apakah keadilan itu tidak ada?.(FKK03)

Hot this week

“Sabar Menderita Karena Kebenaran Kristus” Minggu sengsara III , 25 februari 2024

Shalom. Sahabat sepelayanan selamat menikmati pemeliharaan Tuhan dan selamat...

Ngaku Bisa Loloskan Siswa ke SMAN 1, Guru PNS di Kota Kupang Tipu 9 Ortu

Kupang, FKKNews.com - Oknum Guru di kota Kupang atas...

Kasus Pembunuhan terhadap Mahasiswa Asal Alor Bukan Berawal Dari Syukuran Pesta Wisuda, Berikut Penjelasan dari AKP Jemy Noke

Kupang, FkkNews.com - Kasus pembunuhan yang terjadi di Kelurahan...

Tepati Janji Kampanya, Wali Kota Kupang Christian Widodo Wujudkan Program Liang Kubur Gratis

Kupang, FKKNews.com - Pemerintah Kota Kupang mewujudkan salah satu...

Ketua Umum Partai Nasdem Surati KPU RI Terkait Pengunduran Diri Caleg DPR RI Ratu Wulla Saat Rekapitulasi Nasional

Jakarta, FKKNews.com - Saksi dari Partai Nasdem menyampaikan surat...

Prof. Apris Adu Daftar Sebagai Calon Rektor : Siapkan 6 Program Strategis Untuk Undana Sehat dan Berdampak

Kupang, FKKNews.com - Pemilihan Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana)...

Jelang HUT RI Ke-80, GAMKI Alor Dialog Interaktif Di RRI Bahas Kemerdekaan Perempuan Dan Anak

Kalabahi, FkkNews.com - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Angkatan...

Kejari Alor Tegaskan Pengadaan Barang/Jasa Di Desa Harus Berbasis Swakelola Dan Gotong Royong

Kalabahi, FkkNews.com - Kepala Kejaksaan Negeri Alor Mohammad Nursaitias,...
spot_img

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img