Kupang, FKKNews.com – Penanganan kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) Kabupaten Sabu Raijua Tahun Anggaran (TA) 2013-2015 senilai Rp35.370.600.000 (Rp35,3 Miliar, red) diduga didiamkan hingga mangkrak di Kejati NTT.
Kasus ini ditangani Kejati NTT sejak tahun 2018 hingga saat ini belum menunjukkan progress berarti. Juga belum ada penetapan tersangka. Padahal, ratusan orang termasuk pejabat daerah di Kabupaten Sabu Raijua telah diperiksa penyidik Kejati NTT terkait kasus ini.
Demikian kritik Ketua AMMAN (Aliansi Masyarakat Madani Nasional) Flobamora, Christoforus Roy Watu (melalui sambungan telepon selulernya kepada awak tim media ini pada Jumat, 12 Juli 2024) terkait progress penanganan dugaan kasus korupsi Dana Bansos Kabupaten Sabu Raijua TA 2013-2015.
“Sudah tujuh tahun kasus Bansos Sabu Raijua ditangani Kejati NTT, dan ratusan orang diperiksa tapi hasilnya masih nihil hingga hari ini. Informasi Kejati NTT terkait kasus ini juga mengendap. Mana hasilnya? Siapa tersangkanya? Kita menduga Kejati NTT sengaja diamkan kasus ini,” ujar aktivis anti korupsi itu.
Roy Watu menjelaskan, terkait kasus ini Kejati NTT sejak tahun 2018 telah memeriksa 370 orang saksi, termasuk sejumlah pejabat daerah terkait. Beberapa diantaranya yaitu mantan Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome (MDT), mantan Wakil Bupati sabu Raijua (bupati Sarai saat ini, red), Nikodemus Rihi Heke, mantan Sekda Sarai, Yulius Uly bersama Kepala Dinas PPKAD.
Namun pasca pemeriksaan ratusan saksi tersebut, lanjut Roy, Kejati NTT diam dan kelanjutan informasi hasil penanganan kasus tersebut ke masyarakat Sabu Raijua, dan NTT pada umumnya pun terputus.
Melihat itu, tambah Roy, mahasiswa bahkan turun melakukan protes di Kantor Kejati NTT pada bulan Desember tahun 2023 lalu. Mereka mempertanyakan kinerja Kejati NTT dalam mengusut kasus itu, namun kinerja Kejati NTT terkait kasus tersebut tetap tidak membuahkan hasil hasil berarti.
Kasus tersebut seakan terus mengendap dan membeku di Kejati NTT. Selain itu, lanjutnya, terkait kasus ini juga, Kejati telah berkoordinasi dengan BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi) selaku lembaga auditor negara, untuk mendapatkan informasi besaran kerugikan negara dalam kasus tersebut.
Terkait ini pula menurut Roy, seharusnya Kejati NTT jujur dan berani bicara terbuka kepada publik, jika dalam hasil koordinasinya dengan BPKP atau BPK, ditemukan adanya adanya kerugian negara dalam kasus tersebut. Dan jika memenuhi unsur perbuatan melawak hukum, maka sudah seharusnya Kejati NTT segera menetapkan siapa saja tersangkanya.
Sebaliknya, jika tidak ada unsur perbuatan melawan hukum dan tidak ada kerugian negara di kasus dana Bansos itu, juga harus disampaikan kepada publik, sebagai bentuk pertanggungjawaban Kejati NTT selaku lembaga penegak hukum yang transparan dan akuntabel.
“Jangan buat public terus bertanya dan menunggu dalam ketidakjelasan dan ketidakpastian penanganan kasus ini. Ini soal dana bantuan sosial dengan tujuan kemanusiaan. Itu haknya banyak masyarakat atau rakyat yang susah. Bukan untuk dikorup,” tegasnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Zet Tadung Alo, S.H.,MH yang dikonfirmasi awak tim media ini melalui Kasipenkum Kejati NTT, A.A. Rhaka Putra Dharma pada Jumat, 12 Juli 2024 via pesan WhatssApp/WA pukul 13:24 WITA menjawab, pihaknya masih mengkonfirmasi perkembangan penanganan kasus tersebut ke tim (Pidsus Kejati NTT, red) yang menangani kasus tersebut.
“Saya konfirmasi ke tim nya (Pidsus Kejati NTT, red) dulu bang,” tulisnya kepada wartawan tim media.
A.A. Raka Putra Dharma kembali dikonfirmasi pada pukul 16:21 WITA terkait ada tidaknya informasi (penjelasan, red) tim teknis (Pidsus Kejati NTT, red) yang menangani kasus dugaan korupsi dana Bansos Sabu Raijua menjawab, “Sbntr bang.”
Hingga berita ini diturunkan, A.A. Raka Putra Dharma belum kembali dengan jawaban pastinya terkait progress penanganan kasus tersebut oleh Kejati NTT.
Pernah diberitakan tim media ini sebelumnya (06/12/2020), Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Bantuan Keuangan dan Belanja Tak Terduga sebesar Rp 35.370.600.000 (Rp 35,3 M) Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua Tahun Anggaran (TA) 2014 yang dikelola Dinas PPKAD bermasalah.
Hal itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI tertanggal 22 Juni 2015. Menurut BPK RI, hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban penggunaan dana diketahui bahwa atas belanja hiban, bantuan sosial dan bantuan keuangan yang telah disalurkan pada TA 2014, terdapat penerima yang belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana.
“Hingga akhir pemeriksaan per 8 Juni 2015, laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan yang belum disampaikan oleh penerima hibah dan bantuan (Bansos dan Bantuan Keuangan) sebesar Rp 4.425.775.653,” tulis BPK RI.
BPK RI merincikan, 1)Dana Hibah yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 50.640.655 dari realisasi belanja hibah Rp 1.717.000.000; 2)Dana Bansos yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 489.980.000 dari realisasi belanja Bansos Rp 6.250.000.000; dan 3)Balanja Bantuan Keuangan yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 3.885.154.998 dari realisasi belanja Bantuan Keuangan Rp 21.772.615.140.
Untuk belanja Hibah TA 2014, terdapat belanja Hibah sebesar Rp 1.717.000.000 kepada 4 lembaga penerima yang tidak digunakan.Namun dana tersebut telah dicairkan sebesar Rp 1.308.807.070.
Sedangkan untuk Dana Bansos BPK RI dalam laporannya mengatakan, “Pemeriksaan terhadap daftar penerima bantuan sosial TA 2014 diketahui terdapat penyaluran bantuan sosial kepada penerima yang tidak memenuhi kriteria penerima bantuan (yang memiliki risiko sosial, red) sebesar Rp 547.700.000 (dengan rincian terlampir, red),” tulis BPK.
Selain itu, hasil konfirmasi kepada penerima Bansos diketahui bahwa terdapat Bansos untuk renovasi rumah adat Kelompok Wawa Rae sebesar Rp50 juta belum dilaksanakan. Namun dana tersebut telah disetor ke Kas Daerah pada tanggal 3 Juni 2015.
Sedangkan untuk belanja bantuan keuangan terdapat kelebihan pemberian bantuan kepada 3 Parpol sebesar Rp 25,8 juta. Hingga pemeriksaan berakhir, kelebihan tersebut belum disetor ke Kas Daerah. (*FKK03)