Kupang, FKKNews.com – Pakar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum, Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. John Tuba Helan kembali menanggapi pernyataan Staf Khusus Pemerintah Kota Kupang, Bidang Hukum, HAM dan Tata Negara, Dr. Yanto Ekon, M.Hum yang dipublikasi melalui akun Youtube A1Chanel.
Dalam pernyataannya, Yanto yang juga akademisi UKAW ini tetap mempertahankan argumentasinya bahwa ketika sesuatu jika tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan maka hal itu boleh dilakukan, namun argumentasi tersebut sudah dibantah oleh Dr. John Tuba Helan pada berita sebelumnya, menurutnya jabatan stafsus harus diatur dalam peraturan perundang-undangan, jika tidak diatur maka hal tersebut melanggar hukum.
Dr. John Tuba Helan saat dihubungi oleh FKKNews, Rabu (12/4/2023) kembali menegaskan bahwa pernyataan Dr. Yanto Ekon sangat menyesatkan secara hukum otonomi daerah, karena membuka ruang untuk banyak perangkat daerah mengangkat staf khusus, dirinya meminta agar setiap orang yang belajar hukum tidak menggunakan asumsi untuk mempertahankan argumentasi, namun harus merujuk pada Undang-Undang.
“Pernyataan bahwa ‘tidak dilarang itu boleh’ sangat menyesatkan karena tidak dibenarkan secara hukum otonomi daerah, jika pemahaman bahwa tidak dilarang itu boleh, maka Sekda, Kepala Dinas, Camat, Lurah juga boleh mengangkat staf khusus, karena tidak dilarang, dengan demikian setiap Pemda dipenuhi dengan staf khusus,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa daerah lain yang mengangkat staf khusus tidak harus menjadi patokan untuk membenarkan tindakan Penjabat Walikota Kupang mengangkat staf khusus, lalu kemudian membuka ruang penafsiran sesuka hati.
“Hampir seluruh Pemda di Indonesia memiliki staf khusus, tidak berarti itu dibenarkan dari segi jumlah tapi perlu dikemukakan dasar hukumnya secara jelas atau eksplisit, bukan implisit yang membuka ruang penafsiran secara berbeda-beda,” pungkasnya.
Ia menambahkan bahwa UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sudah mengatur kewenangan Kepala Daerah, sehingga tidak boleh dipraktekkan sesuai keinginan pejabat tersebut.
“Pasal 65 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah mengatur tentang wewenang Kepala Daerah membentuk Perda, Perkada dan keputusan Kepala Daerah, isi dari ketiga produk hukum tersebut harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan berdasarkan otonomi daerah, bukan sebebas-bebasnya mengatur apa saja termasuk staf khusus, kewenangan otonomi daerah di derivasi dari pusat,bukan seenak hati para pejabat,” imbuhnya.
Ia menegaskan bahwa argumentasi yang disampaikan merupakan bentuk pencerahan kepada masyarakat bukan atas hal lain terhadap jabatan staf khusus Penjabat Walikota Kupang.
“Perlu ditambahkan bahwa saya tidak mempersoalkan seseorang diangkat menjadi staf khusus, sedangkan saya tidak, seolah saya iri. Kalaupun saya diminta menjadi staf khusus, pasti saya tolak karena illegal, sehingga ia harus banyak membaca undang-undang secara cermat,” tegasnya.
Selain pandangan, Dr. Yanto Ekon, Dr. John Tuba Helan juga menangapi pernyataan seorang praktisi Hukum, Marsel Radja, SH. yang menyampaikan bahwa jika kita bicara tentang ruang abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan), maka aturan itu harus ada baru aturan itu dilanggar sebagai suatu perbuatan melawan hukum.
Dalam pernyataan tersebut, Marsel Radja mengisahkan bahwa ketika masih semester satu di Fakultas Hukum belajar asas hukum, “Nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, artinya bahwa sudah ada satu aturan yang mengatur sebelumnya baru aturan itu dilanggar, sehingga bisa disebut dengan perbuatan hukum,” jelasnya.
“Kalau yang dilakukan oleh Penjabat Walikota Kupang dengan mengangkat Dr.Yanto Ekon sebagai staf khusus, kalau tidak ada aturannya, terus kita harus katakan aturan apa yang dilanggar, bagi saya tidak, lebih tepat kita bicara didalam konteks otonomi daerah. Ingat Kabupaten dan Kota itu daerah otonom, bukan Provinsi yang bukan otonomi daerah, sehingga sorang Bupati atau Walikota mengangkat staf khusus, ia tunduk pada otonomi daerah, dan benar tindakannya,” jelasnya lagi.
Menanggapi Pernyataan tersebut, Dr. John Tuba Helan menyampaikan bahwa pernyataan yang disampaikan keliru, karena menyampaikan argumentasi dengan tidak memahami otonomi daerah, sehingga menafsirkannya seolah tidak ada batasan.
“Pernyataan pengacara tersebut semakin menyesatkan karena kurang pemahaman tentang otonomi daerah, dia mengartikan otonomi itu kebebasan tanpa batas, ini mengacaukan sistem pemerintahan dalam negara kesatuan. Dalam negara kesatuan semua kewenangan pemerintahan dimiliki oleh Pemerintah Pusat. Atas pertimbangan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, maka sebagian kewenangan diserahkan kepada daerah, menjadi urusan otonomi daerah, jadi apa yang menjadi isi otonomi daerah adalah urusan yang diserahkan pemerintah pusat, bukan daerah ciptakan sendiri,” imbuhnya.
Hal lain yang disampaikan Dr. Yanto Ekon pada Chanel YouTube A1Chanel yakni membeberkan posisi Dr. John Tuba Helan pernah bersama-sama menjadi tim pakar DPRD Kota Kupang dan menghasilkan beberapa Perda, namun formulasi kalimat yang ada sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang DPRD adalah tim ahli fraksi DPRD, walaupun jabatan tersebut tidak diatur dalam UU, namun Dr.John Tuba Helan tidak keberatan, sehinga ia meminta Dr. John Tuba Helan mencari dasar hukum tim pakar DPRD, karena yang ia baca adalah Tim Ahli DPRD, namun yang dimaksud adalah tim ahli fraksi.
Menanggapi pernyataan tersebut, Dr. John Tuba Helan mengatakan bahwa jabatan sebagai kelompok pakar atau Tim Ahli DPRD diatur dalam UU, sehingga harus dibedakan dengan jabatan staf khusus Penjabat Walikota Kupang.
“Harus dibedakan kelompok pakar atau Tim Ahli DPRD dengan tenaga ahli fraksi DPRD, yakni kelompok pakar atau tim ahli diangkat untuk membantu DPRD dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, sedangkan tenaga ahli diangkat untuk membantu fraksi DPRD, Keduanya diatur dalam pasal yang berbeda yakni, kelompok pakar atau tim ahli diatur dalam pasal 201 dan 204 UU 23 Tahun 2014,” jelas Jhon
“Tenaga Ahli Fraksi diatur dalam Pasal 109 ayat (10) dan pasal 162 ayat (10) UU Nomor 23 Tahun 2014, maka kelompok pakar atau tim ahli sah secara hukum atau legal. Jadi kita diangkat sebagai kelompok pakar atau tim ahli DPRD adalah legal, sedangkan staf khusus itu illegal,” tambahnya. (FKK03)