Kalabahi, FkkNews.com – Beredar sebuah vidio Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Alor, Paulus Brikmar di ruang publik, pada Sabtu, 30 Agustus 2025, didalam video tersebut, Ketua DPRD meminta untuk Ajudan Wakil Bupati Alor, Pitand Sir untuk diganti, hal ini menuai perdebatan di ruang publik, dan mendapatkan kritikan dan protes keras dari Ketua Gerakan Mahasiswa Pantar Timur, Welem Sergius Mau.
Dalam keterangan Ketua DPRD di video tersebut mengatakan bahwa, kepentingan kepentingan dari orang-orang tertentu, orang-orang dekat itu yang kemudian diduga, dan oleh sebab itu yang kami juga sudah melihat ada gelagat dan itikad yang kurang bagus dalam tata kelola pemerintahan ini dan oleh sebab itu kami minta ajudannya diganti, ajudannya wakil bupati diganti, itu kemarin disampaikan di dalam rapat internal dengan banggar, disampaikan, kembali kepada wakil bupati, hak prerogatifnya beliau.
Tetapi lanjut Paulus Brikmar, demi kepentingan kemitraan antar dua lembaga ini dan kemudian demi kebersamaan kita bagaimana untuk jalan membersamai untuk bisa menjawab kepentingan kebutuhan rakyat dan daerah maka tingkang-tingkang yang ada di samping kiri kanan kita ini harus profesional, memberikan pertimbangan pertimbangan hukum yang konstruktif, bukan menjadi pembisik pembisik yang justru membuat kegaduhan di daerah ini dan oleh sebab itu kita minta diganti.
Lebih lanjut, Ketua DPRD, jadi apa yang disampaikan oleh pak ketua komisi 1 ya itu adalah kelembagaan, suara lembaga DPRD, jadi bukan siapa bicara siapa, bukan, intinya terkonfirmasi lah apa yang disampaikan oleh teman-teman itu terkonfirmasi kepada saya selaku pimpinan DPRD.
Sementara Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pantar Timur menanggapi pernyataan Ketua DPRD, ia manyayangkan sikap Ketua DPRD, Welem menjelaskan bahwa pernyataan seorang pejabat publik, apalagi setingkat Ketua DPRD, yang meminta penggantian ajudan bupati tanpa dasar yang jelas memang sangat disayangkan.
“Tindakan ini tidak hanya berpotensi merusak nama baik seseorang, tetapi juga bisa memicu spekulasi dan ketidakpercayaan di tengah masyarakat,” jelasnya.
Dalam, lanjut Welem, konteks pelayanan publik dan kepemimpinan, transparansi dan akuntabilitas adalah dua pilar utama yang harus dijunjung tinggi. Pernyataan yang dilontarkan tanpa disertai bukti atau penjelasan yang memadai justru menabrak prinsip-prinsip tersebut. Ketika seorang pejabat publik menjustifikasi seseorang tanpa memaparkan fakta, hal ini menciptakan ruang bagi interpretasi yang bias dan asumsi yang keliru di masyarakat.
“Ini sama halnya dengan menyebarkan informasi yang tidak lengkap atau bahkan disinformasi. Masyarakat berhak tahu kebenaran, bukan hanya sepotong-sepotong. Jika ada masalah yang serius, mengapa tidak disampaikan secara terbuka dan jelas? Jika ada pelanggaran, sampaikan apa pelanggarannya. Jika ada indikasi ketidakberesan, berikan bukti-buktinya. Dengan demikian, masyarakat bisa menilai secara objektif dan tidak terombang-ambing oleh rumor,” tegasnya. (FKK/Eka Blegur).















































