(Kepemimpinan Ala Yesus)
Oleh: Aloysius Wudi
Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira Kupang-Fakultas Filsafat
Dunia saat ini sedang diperhadapkan dengan munculnya gerakan-gerakan separatis. Dalam bidang agama muncul kelompok-kelompok beraliran keras yang menafsirkan dan menerapkan secara semena-mena dan buta hingga mengorbankan kesatuan dan kemanusiaan. Tidak sedikit korban nyawa yang berjatuhan akibat penafsiran aturan dan ajaran agama yang keliru.
Dalam hidup beragama yang demokratis dan nasionalis sekalipun masih terdapat kelompok-kelompok tertentu yang memiliki tendensi untuk mendominasi kelompok-kelompok lain. Ada kelompok-kelompok yang berkuasa menindas kaum lemah. Ada pemimpin yang menggunakan jabatannya demi memuaskan kepentingannya. Memuaskan libido ekonomik, seperti yang dikatakan Filsuf Perancis-Jean Baudrillard. Bahkan mereka menggunakan kekerasan baik terbuka maupun terselubung.
Egoisme sebenarnya menjadi dasar bagi kepicikan para pemimpin tersebut. Mereka lupa bahwa memimpin sebenarnya adalah sebuah kepercayaan yang diberikan kepada mereka. Diberikan berarti ada pihak yang memberikan, dengan suatu tujuan tertentu, yakni untuk membantu dan melayani mereka yang memberikan mandat.
Kepemimpinan
Kiprah kepemimpinan itu selalu berpijak di atas dua rel pokok, yakni posisi dan peran. Kedua rel ini adalah aspek-aspek fundamental yang memberi warna khas pada profesionalisme kepemimpinan dalam era dan model apapun. Posisi dan peran kepemimpinan ini harus diupayakan untuk tetap berada pada titik keseimbangan, karena keduanya memiliki relasi dasariah yang bersifat komplementer. Posisi itu harus menghantar dan memberi peluang bagi figur seorang pemimpin untuk beraksi secara baik dan bertanggung jawab. Sedangkan, peran itu mesti menghadirkan potret definitif seorang pemimpin. Misalnya, bagaimana untuk menjadi pemimpin yang ideal atau menjadi sosok pemimpin yang diimpikan oleh setiap generasi sejagat.
Kepemimpinan politik yang baik harus diredusirkan kepada kredibilitas para pemimpin yang berkualitas moral yang terpuji. Para pemimpin itu adalah orang yang dimandatkan oleh rakyat untuk menentukan nasib bangsanya sendiri, atau sekelompok orang yang mana sesuai dengan suara rakyat. Maka mau tidak mau pemimpin yang baik berkredibilitas moral yang tinggi. Seorang pemimpin harus memerintah dengan ketulusan dan kejujuran dari hati nurani. Karena dalam negara itu tidak hanya berdaulat secara legal saja tetapi juga harus berdaulat secara moral agar kehidupan sosial politik tidak mengalami kepincangan. Dengan kejujuran para pemimpin yang didasarkan pada kebenaran, kebaikan, kebajikan dan keadilan tentu akan memberikan yang terbaik bagi bangsa atau kelompok yang dipimpinnya.
Dalam diri seorang pemimpin tidak boleh ada yang namanya degredasi moral, bilamana itu ada maka kelompk, bangsa, rakyat serta negaranya pasti akan rusak, hancur, menderita dan lain sebagainya. Karena demikian pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bermoral. Pemimpin yang bermoral juga harus punya idea atau gagasan yang berbobot rasionalistik dan sangat kuat arti dan nilainya. Dengan demikian pemimpin yang modelnya seprti itu mengangakat martabat manusia yang secitra dengan Tuhan.
Idealnya dan seharusnya (da sollen) seorang pemimpin adalah dia yang memiliki nilai-nilai religius, patriotis, potencial, humanis, dan cerdas dalam membaca realitas. Dengan kata lain seorang pemimpin haruslah integral, memadai baik secara moral, intelektual, maupun spiritual. Dialah yang akan memimpin dengan baik dan mampu menjadi teladan bagi para pengikutnya. Seorang pemimpin harus mampu menjadi pelayan bagi rakyaatnya.
Kepemimpinan ala Yesus Mesias
Kata Mesias berasal dari bahasa Aram “Mesyiha” yang dari bahas Ibrani Masyiah yang berarti “yang diurapi”. Kata mesias ini merujuk kepada pengharapan orang-orang Israel akan kedatangan seseorang untuk menyelamatkan mereka dari segala keterbelengguan dan penderitaan yang tak tertahankan. Konsep mesias dalam sosio-politik dan religiositas bangsa Israel adalah seorang pemimpin perang, seorang raja yang tak terkalahkan sebagaimana Daud dalam dunia Perjanjian Lama. Karena Mesias yang dijanjikan adalah dari keturuanan Daud, maka keperkasaannya pun harus seperti Daud. Dalam hal inilah mesias dipahami secara politis.
Kehadiran Yesus di tengah-tengah umat Israel memantik harapan mereka akan mesias yang dijanjikan itu. Namun, yang ditunjukkan oleh Yesus adalah lain dari apa yang mereka harapkan. Karena kedatangan Yesus sebagai Mesias bukannya membinasakan kejahatan dengan suatu cara yang kejam namun ia datang menyelamatkan dengan cara-Nya sendiri, yakni cinta kasih, kepedulian dan kesetiaan.
Yesus adalah mesias, seorang pemimpin, namun bukan mesias dalam arti politis, yang siap membebaskan Israel dari perbudakan bangsa asing, melainkan mesias, pemimpin yang membebaskan Israel dari perbudakan dosa. Uniknya kepemimpinan ala Yesus ini adalah kesediaanNya dalam berkorban hingga memberikan nyawanya bagi orang yang dipimpinnya. Inilah seorang pemimpin yang sejati. Dalam artian lain, Ia tidak mementingkan diriNya sendiri, tetapi lebih fokus pada kesejahteraan mereka yang dipimpinNya itu.
Kepemimpinan ala Yesus ini menjadi model bagi praktik kepemimpinan kita di zaman sekarang. Kepemimpinan di era sekarang mesti lebih menitik beratkan kepada nilai moral, spiritual, dan keteladanan. Yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin adalah melayani dan rela berkorban untuk kepentingan mereka yang dipimpinnya.
Karena untuk itulah ia dimandatkana oleh mereka yang dipimpinnya, bukan untuk memenangkan ego dan menumpuk harta bagi diri sendiri. Hal ini menjadi sesuatu yang indah bilamana seorang pemimpin memiliki sikap demikian. Tentang ini, Storkey, dengan indah mengemukakan tentang prinsip kemenangan menurut nubuat mesianik kitab Yesaya (khususnya Yesaya 53), “To win is to fight for others; the weak, the sick, and even the enemy. To win is to lose, even one’s life, steady in love” (Kemenangan berarti berjuang bagi orang lain; orang-orang lemah, sakit, bahkan para musuh.
Kemenangan adalah untuk kehilangan, bahkan nyawa kita, namun kokoh dalam kasih). Karena itu memang Yesus menyadari dirinya sebagai Mesias namun dalam hal ini adalah mesias yang melayani dengan rendah hati dan totalitas serta ketaatan kepada kehendak Allah. Itulah Sikap seorang pemimpin yang ideal.
Kesimpulan
Kepimpinan harus dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Di sinilah peran seorang pemimpin. Ia harus memiliki nilai-nilai religius, patriotis, potensial dan humanis yang akan memimpin dengan baik dan mampu menjadi teladan bagi pengikutnya. Itulah yang akan membuat seorang pemimpin dihormati dan dicintai oleh semua orang. Menjadi tuntutan bagi seorang pemimpin Kristiani adalah mampu meneladani dan mengikuti sikap yang telah ditunjukkan oleh Yesus. Bahwa memimpin itu mesti melayani, namun tanpa menafikan nilai moral-religius dan kemanusiaan.