Kupang, FKKNews.com-Banyak tanggapan masyarakat terdapat Sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup ramai dibicarakan menjelang Mahkamah konstitusi (MK) akan menggelar sidang lanjutan permohonan uji materi atas sistem pemilihan legislatif, pada selasa (17/2/2023). Sidang ini mendapat perhatian dari berbagai khlayak luas dan Sebagian besar politisi yang akan maju di Pemilihan legislatif tahun 2024.
Salah satu politisi Nasdem yang sekarang sebagai Ketua Fraksi Nasdem NTT Alex Take Ofong menyampaikan Bahwa sistem proporsional tertutup adalah sistem yang tidak adil” Demokrasi di Indonesia sudah berkembang baik dari waktu ke waktu, termasuk sistem pemilu yang sudah dijalankan selama ini. Sistem proporsional terbuka sudah dijalankan dengan baik, menganntikan sistem proporsional tertutup yang pernah juga dijalankan, dan dievaluasi sebagai sistem yang tidak adil, yang memasung hak warga negara untuk memilih langsung pada orang yang menjadi wakilnya”.
Beliau juga menyampaikan jika usulan untuk Kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup sebagai upaya untuk memasung proses demokrasi dan hak warga negara” apabila dikembalikan lagi ke sistem proporsional tertutup, maka kita Kembali lagi ke belakang , kita berjalan mundur. Apalagi konstitusi kita mengkonstruksikan penyelenggaraan pemilu sebagai proses memilih anggota DPR dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta Anggota DPD , yang dilaksanakan 5 Tahun Sekali. Karena itu usulan untuk Kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup adalah upaya untuk memasung proses berjalan majunya demokrasi , proses memasung Sebagian hak warga negara, proses menghambat majunya demokrasi”.
Beliau juga berharap Fraksi-fraksi di DPR-RI Bersama Pemerintah dan penyelenggara Pemilu, sangat paham akan substansi politik dan demokrasi , serta pemilu maka sebagai bentuk solusi untuk perkembangan demokrasi perlu diperhatikan dinamika aspirasi masyarakat di era yang semakin maju.
Hal senada di sampaikan politisi partai Perindo yang juga praktisi hukum Yafet Y. W. Rissi, SH, MSi, LLM, Ph.D, (AFHEA) bahwa “ eksistensi UU pemilu pasal 168 ayat 2 dilakukan pengujian di MK saat ini tidak relevan secara subtansi dan dari sisi legal standing masih bisa di perdebatkan dimana posisi kerugian kostitusional warga negara yang mengajukan uji materi tersebut”
Dosen Fakultas Hukum UKSW Salatiga juga mengkritik Mahkamah konstitusi yang menurutnya sangat progresif, yang menggunakan pendekatan rasional dan demokratis khususnya terkait dengan sistem kepemiluan. “Kalau mahkamah konstitusi mengabulkan gugatan proporsional tertutup maka secara tidak langsung MK berhianat terhadap kedaulatan rakyat, karena secara subtansi tidak relevan dan harusnya MK menolak gugatan tersebut demi melanjutkan semangat reformasi dan meningkatkan kualitas demokrasi”.