Polemik Pergantian Ajudan Wakil Bupati Alor: Kewenangan Mutlak Ada di Bupati, Bukan di Wakil, Sekda, Atau BKPSDM, Opini Oleh Sanji Hasan, Simak!

Kalabahi, FkkNews.com – Klarifikasi Ketua DPRD Kabupaten Alor, Paulus Brikmar, mengenai isu pergantian ajudan Wakil Bupati menyedot perhatian publik. Dalam keterangannya, Paulus menegaskan bahwa isu pergantian ajudan bukanlah sikap pribadi maupun kelembagaan DPRD, melainkan berasal dari penjelasan Sekda dalam forum rapat Badan Anggaran. Namun, karena sudah terlanjur dikonsumsi publik, pernyataan itu justru memicu diskursus baru: soal batas kewenangan, etika politik, serta relasi legislatif dan eksekutif di daerah. Pertanyaan mendasarnya: Siapa sebenarnya yang berwenang mengganti ajudan Wakil Bupati?

Di tengah kegaduhan tafsir politik, kita perlu kembali pada koridor hukum. Ajudan bukan posisi personal yang bisa diperlakukan sebagai “hak prerogatif” Wakil Bupati, melainkan jabatan fungsional ASN yang tunduk pada aturan kepegawaian.

Kerangka Hukum dan Pandangan Ahli: Kewenangan Mutlak Ada di Bupati

Secara hukum, kewenangan mengganti ajudan Wakil Bupati sepenuhnya berada di tangan Bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 jo. UU Nomor 1 Tahun 2022 menegaskan dalam Pasal 65 ayat (1) bahwa Bupati adalah Kepala Daerah sekaligus PPK. Sementara Pasal 66 ayat (1) huruf c menyebut, Wakil Bupati hanya melaksanakan tugas yang diberikan Bupati. Artinya, Wakil Bupati sama sekali tidak memiliki kewenangan administratif untuk mengangkat atau memindahkan ASN, termasuk ajudannya.

Dasar hukum teknis lebih tegas lagi. PP Nomor 11 Tahun 2017 jo. PP Nomor 17 Tahun 2020, Pasal 1 angka 12, menyebut bahwa PPK adalah pejabat yang berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS, yakni Kepala Daerah. Itu berarti hanya Bupati yang sah mengganti ajudan. BKPSDM hanyalah perangkat administratif, Sekda sebatas koordinator birokrasi, dan Wakil Bupati tidak memiliki dasar kewenangan.

Pandangan para akademisi pun sejalan. Prof. Dr. Ni’matul Huda (2019) menegaskan Wakil Kepala Daerah bukan pejabat administratif dan tidak punya kewenangan mandiri dalam urusan kepegawaian. Semua kewenangan ada di tangan Kepala Daerah sebagai PPK. Hal senada disampaikan Dr. Sadu Wasistiono (2018), bahwa PPK di daerah hanya satu: Kepala Daerah. Sekda maupun BKPSDM hanyalah pelaksana teknis administratif.

Kesimpulannya tegas: kewenangan pergantian ajudan mutlak ada pada Bupati—bukan Wakil, bukan Sekda, bukan BKPSDM.

Klarifikasi DPRD: Mengambang dan Tak Menjawab Substansi

Klarifikasi Paulus Brikmar memang dimaksudkan untuk meluruskan bahwa ia tidak pernah meminta ajudan diganti. Tetapi masalahnya bukan hanya “asal-usul informasi”, melainkan posisi Ketua DPRD sebagai figur politik sekaligus simbol lembaga.

Seperti diingatkan Miriam Budiardjo (2008), pernyataan pejabat publik tidak pernah netral. Ia selalu membawa konsekuensi politik, karena pejabat publik adalah representasi institusi. Artinya, ketika Ketua DPRD bicara di forum resmi atau kepada media, itu otomatis melekat sebagai sikap politik DPRD—betapapun ia mencoba berkelit.

Di sinilah letak kelemahan klarifikasi Paulus. Ia sibuk membela diri ketimbang menanggung tanggung jawab politik. Publik pun bertanya: mengapa isu teknis seperti ajudan muncul dalam rapat Badan Anggaran? Apakah relevan dengan fungsi DPRD mengawasi kebijakan anggaran? Dan mengapa Ketua DPRD merasa perlu menyuarakan ulang penjelasan Sekda ke publik, seolah itu mandat lembaga?

Pertanyaan-pertanyaan ini membongkar fakta telanjang: klarifikasi Paulus tidak menyentuh substansi. Ia gagal menunjukkan sikap kenegarawanan untuk menjaga batas fungsi DPRD. Hasilnya, DPRD justru tampak cawe-cawe dalam urusan teknis, kehilangan wibawa, dan terjebak dalam politik remeh-temeh.

Relasi Kekuasaan di Daerah

Kisah ini menunjukkan bagaimana isu kecil seperti pergantian ajudan bisa meledak menjadi polemik politik. Di panggung pemerintahan daerah, hal-hal personal sering dipakai sebagai simbol perebutan pengaruh. Ajudan bukan sekadar tenaga protokoler, tetapi dianggap pintu masuk ke ruang privat kepala daerah. Tidak heran jika isu ini cepat dipelintir jadi komoditas kekuasaan.

Ridwan HR (2018) menegaskan, setiap tindakan pejabat publik harus berlandaskan kewenangan sah. Campur tangan lembaga lain tanpa dasar hukum hanya menciptakan konflik kewenangan dan kekacauan birokrasi. Itulah yang kita lihat di Alor: kaburnya garis batas legislatif dan eksekutif, padahal menjaga batas itu adalah prasyarat _good governance_ .

Karena itu, klarifikasi Ketua DPRD seharusnya tidak sekadar meluruskan kronologi, apalagi bersembunyi di balik dalih “sekadar menyampaikan informasi”. Publik tidak butuh alibi. Publik menuntut komitmen nyata: DPRD harus berhenti mencampuri ranah eksekutif dan fokus pada tiga fungsi utamanya—legislasi, pengawasan, dan representasi rakyat. Tanpa itu, klarifikasi hanya akan terbaca sebagai ‘cuci tangan politik’ .

Etika Komunikasi Politik

Dalam demokrasi lokal, komunikasi pejabat publik bukan sekadar retorika, melainkan tanggung jawab. Setiap kata punya bobot hukum dan politik, sehingga tidak boleh sembrono. Klarifikasi defensif seperti “itu bukan dari saya pribadi atau lembaga” terlalu dangkal. Yang dibutuhkan adalah ‘pengakuan jujur’ bahwa pernyataan awal berpotensi menimbulkan tafsir keliru dan merusak wibawa lembaga.

Jimly Asshiddiqie (2006) menekankan bahwa setiap pemegang jabatan publik punya tanggung jawab etis menjaga martabat institusi. Paulus Brikmar tidak hanya bicara sebagai individu, melainkan sebagai simbol DPRD Alor. Maka setiap kalimatnya harus ditimbang serius, sebab sekali ia salah ucap, yang tercoreng bukan dirinya, tetapi citra DPRD.

Karena itu, DPRD perlu langkah konkret memperbaiki tata kelola komunikasi politik. Jangan lagi energi lembaga habis membahas urusan teknis seperti ajudan. Jika DPRD ingin dihormati, buktikan dengan sikap: berhenti ikut campur di wilayah eksekutif dan kembalilah ke tugas konstitusional.

Suara Generasi Muda Alor

Sebagai generasi muda, saya menegaskan bahwa polemik pergantian ajudan ini bukan persoalan kecil. Ia menyangkut wibawa hukum dan marwah tata kelola pemerintahan. Jika ajudan bisa diperlakukan sebagai pion politik, jangan kaget bila ke depan seluruh ASN pun bisa dipermainkan. Itu preseden berbahaya.

Kami tidak rela birokrasi Alor menjadi ladang tarik-menarik kepentingan jangka pendek. Birokrasi harus tegak lurus pada hukum, bukan tunduk pada selera politik siapa pun. Karena itu, kami menuntut kepastian: ajudan adalah ASN yang tunduk pada aturan kepegawaian, bukan “bawahan pribadi” pejabat yang bisa dicopot sesuka hati.

Dalam konteks ini, Ketua DPRD tidak bisa lagi bersembunyi di balik klarifikasi mengambang. Ia harus tegas di hadapan publik: pergantian ajudan bukan kewenangan Wakil Bupati, bukan Sekda, apalagi BKPSDM—tetapi murni kewenangan Bupati sebagai PPK. Hanya dengan sikap itu DPRD bisa mengembalikan kepercayaan publik sekaligus menutup ruang tafsir politik murahan.

Penutup

Menjawab polemik ini, aturan hukum sudah jelas:

1. UU 23/2014 jo. UU 1/2022 menegaskan Bupati adalah PPK.

2. PP 11/2017 jo. PP 17/2020 menegaskan hanya PPK yang berwenang mengangkat, memindahkan, atau memberhentikan ASN.

3. Para pakar hukum pemerintahan menegaskan Wakil Bupati tidak memiliki kewenangan administratif.

Dengan demikian, pergantian ajudan Wakil Bupati hanya sah jika diputuskan oleh Bupati. BKPSDM dan Sekda hanyalah perangkat administratif, sedangkan Wakil Bupati tidak memiliki dasar kewenangan.

Sebagai generasi muda, saya tegaskan: hukum tidak boleh dikalahkan oleh tafsir politik. Birokrasi harus tegak lurus pada aturan, bukan tunduk pada kepentingan sesaat. Demikian sebuah opini yang ditulis oleh salah satu generasi muda Alor, Sanji Hasan. (FKK/Eka Blegur).

Hot this week

“Sabar Menderita Karena Kebenaran Kristus” Minggu sengsara III , 25 februari 2024

Shalom. Sahabat sepelayanan selamat menikmati pemeliharaan Tuhan dan selamat...

Ngaku Bisa Loloskan Siswa ke SMAN 1, Guru PNS di Kota Kupang Tipu 9 Ortu

Kupang, FKKNews.com - Oknum Guru di kota Kupang atas...

Kasus Pembunuhan terhadap Mahasiswa Asal Alor Bukan Berawal Dari Syukuran Pesta Wisuda, Berikut Penjelasan dari AKP Jemy Noke

Kupang, FkkNews.com - Kasus pembunuhan yang terjadi di Kelurahan...

Tepati Janji Kampanya, Wali Kota Kupang Christian Widodo Wujudkan Program Liang Kubur Gratis

Kupang, FKKNews.com - Pemerintah Kota Kupang mewujudkan salah satu...

Ketua Umum Partai Nasdem Surati KPU RI Terkait Pengunduran Diri Caleg DPR RI Ratu Wulla Saat Rekapitulasi Nasional

Jakarta, FKKNews.com - Saksi dari Partai Nasdem menyampaikan surat...
spot_img

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img